Novena Kanak-Kanak Yesus

Keajaiban Doa Novena Kanak Kanak Yesus dan Doa Mujizat

Keajaiban Doa Novena Kanak Kanak Yesus dan Doa Mujizat Mari kita bersama mendoakan Novena Kanak Kanak Yesus dalam menyambut kelahir...

Jumat, 28 November 2014

Session 6: Praying The Truth. Deepening Your Friendship with God through Honest




Sesi  Ke-6

Rekan-rekan berikut ini saya kirimkan bahan doa pertemuan keenam. Topik doa kita: “Mengungkapkan Ketidaksetujuan dengan Allah.”

Sebagai persiapan doa, silahkan mengingat peristiwa atau pengalaman di mana Anda merasakan beban yang berat, beban yang semestinya tidak Anda tanggung, pengalaman di mana Anda tidak setuju dengan Allah atau ingin protes kepada-Nya, pengalaman di mana Anda menilai Allah tidak adil atau tidak peduli. 

Anda yang ingin berlatih kembali doa kontemplasi dapat menggunakan Kejadian 18: 16-13. Perikop ini menceritakan kisah kocak bagaimana Abraham tawar-menawar dengan Allah tentang apa yang Allah mesti perbuat terhadap kota Sodom dan Gomora.

Anda yang ingin berdoa dengan Mazmur dapat menggunakan Mzm 44: “Jeritan bangsa yang tertindas.”

Pertemuan keenam merupakan pertemuan terakhir kita. Namun saya masih akan terus mengirimkan bahan permenungan sampai seluruh tulisan Barry kita renungkan. Saya mengusulkan rekan-rekan tetap menggunakan hari Jumat pk 19.00 – 21.00 untuk berlatih doa secara pribadi maupun berkelompok. Apa akhir seluruh proses kita, kita akan membuat refleksi.


Salam
Marwan



 Praying The Truth. Deepening Your Friendship with God through Honest Prayer (Chicago: Loyola Press, 2012)

by:  William A. Barry, SJ,

Mengungkapan Ketidaksetujuan dengan Allah

Kadang-kadang ketika sedang berdoa atau membaca Mazmur, saya bereaksi secara negatif. Saya akan berikan contoh.  Pada Ibadat Malam hari Minggu, Mazmur 91 didoakan.

Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi
dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa
akan berkata kepada TUHAN: “Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.”
Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung,
dari penyakit sampar yang busuk.
Dengan kepakNya Ia akan menudungi engkau,
di bawah sayapNya engkau akan berlindung.
KesetiaanNya ialah perisai dan pagar tembok.
Engkau tak usah takut terhadap kedasyatan malam,
terhadap panah yang terbang di waktu siang,
terhadap penyakit sampar yang berjalan di jalan gelap,
terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang.
Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu,
tetapi itu tidak akan menimpamu.
Engkau hanya menontonnya dengan matamu sendiri
dan melihat pembalasan terhadap orang-oran fasik.

Bagi saya kata-kata di atas tidaklah benar. Yesus adalah contoh tepat seorang adil yang tidak dilindungi dari panah-panah kemalangan. Banyak orang baik yang  diperlakukan dengan kejam tanpa diselamatkan oleh Allah dari kekejaman itu. Maka saya aku berkata kepada Allah bahwa saya tidak percaya pada Mazmur ini. “Aku percaya kepada-Mu bahwa Engkau akan menyelamatkan kami semua seperti  Engkau melakukan pada Yesus. Namun aku tidak percaya bahwa Engkau akan menghindarkan kami dari semua bahaya, paling terhadap bahaya sebagaiaman kami pahami. Anak-anak yang tidak berdosa dan orang-orang dewasa sangat menderita dan Engkau tidak campur tangan. Bukan hanya itu, tetapi aku tidak percaya bahwa Engkau akan membalikkan anak panah dariku atau orang lain, atau membiarkannya membidik orang lain karena Engkau lebih mencintaiku atau orang lain itu.  Aku tidak percaya Engkau bertindak seperti  itu. Apakah aku benar?Sejauh ini  saya belum mendengar bahwa saya salah.

Pendoa yang Salah Kaprah

Doa yang bagi orang lain sangat berguna bagi saya bisa jadi salah kaprah. Contohnya, beberapa tahun lalu seorang teman memberikan sebuah Doa dari seorang Yesuit Perancis. Judulnya Doa untuk Persahabatan.Dalam Doa itu saya diharapkan untuk meminta kepada Allah supaya menganugerahkan supaya saya dapat jujur pada temanku, tetapi tanpa berharap kasih sayang atau keramahan dari mereka. Maka jalannya doa tampaknya seperti ini: Saya akan berdoa agar saya dapat menjadi teman yang baik bagi orang lain, tetapi saya aku lebih suka jika mereka tidak memperlakukan saya sebagai teman. Dan memang doa itu meminta agar mereka memperlakukan saya dengan buruk. Saya menilai doa itu didasarkan atas pengertian atas permohonan Ignatius akan “kerendahan hati tingkat ketiga,” yaitu anugerah diperlakukan seperti Yesus diperlakukan namun tanpa membuat orang jatuh dalam dosa. Meskipun pada awalnya dipengaruhi oleh doa tersebut, segera saya menyadari bahwa saya tidak bisa, dengan hati nurani jernih, mendoakan Doa itu. Bagi saya ini merupakan suatu pengertian yang salah kaprah tentang maksud Ignatius. Saya katakan kepada Yesus bahwa saya akan meminta teman-teman saya untuk tetap sebagai anak spiritual dan manusiawi supaya saya dapat menjadi seperti Dia. Aku pikir Dia tidak berdoa seperti ini pada Bapa-Nya. Yesus sepertinya tidak mengatakan bahwa aku salah.

Satu contoh terakhir dan di sini saya menapaki tempat yang halus. Saya tak mau kedengaran seperti tidak menghormati Bunda Maria. Namun ini berkaitan dengan Doa Salve Regina,  Salam ya Ratu, suatu doa indah yang menjadi penutup Ibadat Malam di Gereja. Bahasa Latin dari doa ini dijadikan nyanyian yang saya senang menyanyikannya bersama-sama dengan yang lain. Tetapi pada suatu ketika saya mulai berpikir serius mengenai apa yang sedang saya ucapkan,“ Salam ya Ratu, Bunda yang berbelas kasih. Hidup hiburan dan harapan kami.” Saya berkata pada Bunda Maria,Yesuslah hidupku dan harapanku, Engkau adalah Bunda-Nya dan karena itulah, Aku sungguh sangat berterimakasih kepadamu. Aku mencintaimu, tetapi engkau bukanlah hidup dan harapanku. Semoga aku tidak menghina engkau.” Dan saya tidak merasa bahwa dia terhina.

Saya menunjukkan tiga contoh ini supaya engkau memperoleh kesempatan untuk berpikir bahwa engkau bereaksi kalau engkau tidak setuju dengan doa dalam liturgi dan dalam buku doa. Saya mulai yakin bahwa ketidaksetujuan atau ketidaknyamanan adalah sisi lain dari diri kita sendiri yang dapat kita ungkapkan kepada Allah, dengan harapan penuh bahwa Allah akan menerima bagian dari diri kita yang kita ungkapkan dengan hormat dan cinta dari seorang teman dan Allah dapat menunjukkan kita kalau kita salah kalau kita keliru.

Merasa diperlakukan dengan buruk oleh Allah

Pemazmur dapat tidak setuju dengan Allah. Mazmur yang telah kita baca sebelumnya adalah contoh yang tepat.   Mazmur ini adalah doa kepada Allah dari orang-orang  yang sedang dalam kesesakan besar. Jelas Pemazmur percaya bahwa penderitaan itu tidak adil dan berkata kepada Allah begitu dan meminta supaya Allah bertindak dan menyelamatkan mereka. Setelah mengatakan kepada Allah dengan teliti apa yang orang-orang dengar tentang pertolongan Allah bagi Bangsa Israel pada masa lalu, dia mulai menyalahkan Allah karena gagal melindungi bangsa itu pada masa sekarang, dan kemudian mengatakan  kepada Allah bahwa apa yang telah terjadi pada mereka itu tidak seharusnya.

Semuanya ini telah menimpa kami,
   tetapi kami tidak melupakan Engkau,
   dan tidak mengkhianati perjanjianMu.
Hati kami tidak membangkang ,
   dan langkah kami tidak menyimpang dari jalan-Mu.
Namun demikian, Engkau telah meremukkan kami di dalam mulut serigala,
   dan meyelimuti kami dengan kekelaman.
                                                           Mzm 44 :18-20

Mungkin teologi dari masa itu menganggap penderitaan dan kekalahan adalah tanda bahwa bangsa tersebut telah melangar perjanjian mereka dengan Allah. Pemazmuran tidak mau menerima ini. Dia mengatakan bahwa mereka menderita justru karena mereka setia. Maka dia menuduh Allah tidak setia pada perjanjan-Nya.

Engkau kadang-kadang dapat merasa Allah tidak adil kepadamu. Pernahkah engkau sampaikan kepada Allah, apa yang engkau rasakan? Maukah engkau mencobanya dan melihat bagaimana Allah menjawabnya?


Mengatakan kepada Allah bagaimana seharusnya menjadi Allah

Abraham dikenal oleh Bangsa Yahudi dan Muslim sebagai sahabat Allah. Tak heran bahwa salah satu cerita yang menggabarkan peristiwa berikut ini. Allah meninggalkan tempat pertemuan dekat pohon Oak di Mamre untuk melihat apakah Sodom dan Gomorah sejahat seperti yang dilaporkan. Allah berkata, Apakah Aku akan bersembunyi dari Abraham. Apakah yang harus Kulakukan?.... Tidak, karena Aku telah memilih dia.” (Kej. 18:17-18) Jadi Allah mengatakan kepada Abraham tentang rencana penghancuran kota-kota itu. Abraham mendekati Allah dan berkata:

 “Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakah engkau mengampuninya karena ke lima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? Jauhlah kiranya dari padamu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari padaMu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?” (ayat 23-25)

Abraham mengajari Allah bagaimana seharusnya menjadi Allah. Itulah kedekatan yang terjadi dalam persahabatannya dengan Allah. Bagaimana Allah menanggapi? Bacalah cerita selanjutnya dalam Kitab Kejadian dan nikmatilah tawar-menawar yang penuh humor antara Abraham dengan Allah tentang berapa orang benar yang harus ada untuk menyelamatkan kota-kota itu. Jelas penulis kisah ini berpikir bahwa Allah menikmati keberanian Abraham dalam menantang Allah.

Yang dipertaruhkan di sini hanyalah kemauan kita untuk menceritakan kepada Allah kebenaran seperti yang kita lihat, dengan harapan kita diberi tahu salah jika memang kita salah.


Keraguan tentang Iman 

Kalau engkau seperti saya, engkau pasti mempunyai keraguan tentang iman. Di sini juga, kejujuran adalah pilihan terbaik bagi persahabatan kita dengan Allah. Kadang saya merasa Allah mungkin menjadi ciptaan dari kebutuhan saya sendiri. Kita, orang-orang beriman adalah bagian dari jaman sekular ini, yang mana entah itu baik atau buruk, iman tidak lagi diterima begitu saja. Kita mengenal orang-orang baik dan pandai yang tidak percaya pada Allah. Tidak heran bahwa kadang-kadang atau barangkali sering, kita menjadi ragu-ragu.

Seorang Jesuit muda mengikuti Latihan Rohani St Ignatius secara penuh selama tiga puluh hari. Pada suatu saat dia mulai ragu apakah semua yang Allah katakan itu hanyalah hasil dari imaginasinya belaka. Saya bertanya kepadanya, apakah ia benar-benar mau menjawab pertanyaan itu. Kami menduga bahwa musuh dari alamiah manusialah yang ada di belakang pertanyaan ini. Maksudnya bukanlah untuk sampai pada jawabannya, tetapi supaya dia diganggu oleh pertanyaan itu. Saya berkata, “Kalau ini hanya hasil dari imaginasimu, yang engkau perlukan hanyalah berkemas dan pulang. Kalau bukan, hal yang paling benar yang perlu engkau lakukan adalah terus berdoa”. Musuh dari kodrat manusia kita tak dapat lebih senang kalau kita terus memikirkannya dan tak pernah sampai pada putusan apa pun  juga. Perhatikan juga bahwa pertanyaan seperti itu menghalangi kita untuk berbicara dengan Allah.

Kalau saya ragu tentang keberadaan Allah atau tentang ajaran agama lainnya, saya berusaha jujur dengan Allah tentang hal itu. Saya mengatakan apa yang saya pikirkan. Yang terjadi kemudian adalah bahwa saya menyadari dengan lebih mendalam bahwa iman adalah hanya iman, bukan bukti. Beriman berarti menaruh kepercayaan pada apa yang tak terlihat. Saya selalu mengakhiri doa semacam itu dengan kepercayaan yang lebih mendalam kepada misteri yang kita sebut Allah dan menyadari bahwa sang misteri itu senang dengan kejujuranku.

Ketidaksetujuan dengan Yang berwenang Mengajar

Kita boleh tidak setuju dengan mereka yang mempunyai wewenang mengajar dalam gereja atau paling tidak mempertanyakan tentang penjabarannya. Kalau kita sendiri merasa marah atau tidak setuju dengan pengajaran tertentu, kita punya sesuatu untuk kita bicarakan dengan teman. Saya menganggap pembicaraan seperti itu memberi saya sudut padang lebih banyak terhadap masalah yang sedang saya hadapi dan juga membantu saya untuk memilah yang penting dengan yang tidak penting dalam pengajaran tersebut. Doa demikian juga membantu melibatkan saya dalam pembicaraan tentang pertanyaan yang dipermasalahkan dengan lebih penuh kasih bagi mereka yang tidak setuju dengan saya.

Apapun yang mengganggu kita dapat menjadi kesempatan untuk berdoa. Allah selalu tertarik dalam semua hal yang menyusahkan kita, dan saya percaya Allah senang dengan kemauan kita untuk terlibat dalam pembicaraan yang jujur tentang masalah yang kontroversial dan menyentuh kita. Pertumbuhan dalam persahabatan dengan Allah datang dari kejujuran dan mengungkapkan kebenaran dari pihak kita. Surat Pertama Yohanes  menulis:

Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.
Di dalam kasih tidak ada ketakutan: Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; debab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.  1 Yoh 4:16-19

Aku percaya Allah kerja lembur untuk meyakinkan kita tentang kebenaran ini supaya kita menjadi sahabat Allah seperti Abraham dan lainnya. Janganlah kita takut untuk tidak setuju dengan Allah, atau paling tidak tentang apa yang kita pikir merupakan “kesalahan” Allah.  

  

Session 5: Praying The Truth. Deepening Your Friendship with God through Honest Prayer


(Chicago: Loyola Press, 2012)

 by:William A. Barry, SJ,
7
Bercerita kepada Tuhan tentang Kepicikanmu

Jika engkau tidak pernah merasa iri terhadap orang lain, engkau beruntung. Kebanyakan orang tidak mengalami demikian. Banyak industri iklan sepertinya berpegang pada keyakinan bahwa rasa iri ada di mana-mana. Kepada kita ditampilkan orang  yang berpenampilan lebih menarik, lebih makmur, dan lebih bahagia dari kita untuk membujuk kita agar membeli produk yang membuat mereka lebih unggul. Iri hati mengerakkan ekonomi kita. Dan salah satu teori yang berpengaruh tentang kekerasan berpendapat bahwa kita belajar untuk menginginkan sesuatu dengan meniru orang lain; karena mereka menginginkan sesuatu, kita pun menginginkannya dan akan menggunakan segala daya untuk mendapatkannya, termasuk kekerasan. Iri hati mungkin menjadi sesuatu yang berpengaruh pada dirimu. Maukah engkau mengakuinya di hadapan Tuhan?

Tidak mudah. Tak seorang pun dari kita suka mengakui bahwa kita iri terhadap orang lain karena hal itu membuat kita merasa picik dan egois. “Aku harus bahagia, bukannya iri hati, ketika orang lain, khususnya teman-temanku bahagia” Teman-teman dekatku akan pikir apa tentang akau jika aku mengatakan kepadanya bahwa aku iri kepadanya? Kita tidak ingin tampak picik dan egois di mata orang lain. Namun, jika kita jujur, kita pasti mengakui bahwa kita sering picik dan iri kepada orang lain. Dapatkah kita mengatakannya kepada Tuhan?

Mazmur 73
Pemazmur telah melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.

Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya,
      bagi mereka yang bersih hatinya.
Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset,
      nyaris tergelincir.
Sebab aku cemburu pada pembual-pembual,
      kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik.
Sebab kesakitan tidak ada pada mereka,
      sehat dan gemuk tubuh mereka;
mereka tidak mengalami kesusahan manusia
      dan tidak kena tulah seperti orang lain.
                                                        Ayat 1-5

Engkau dapat membayangkan bahwa dia sedang melihat tayangan televisi tentang tentang orang sukses yang dipuji-puji. Apakah engkau mendapati dirimu pada baris-baris tersebut mengenali dirimu saat engkau membacanya? Jika engkau merasa demikian, apakah engkau mulai berdoa seperti yang pemazmur lakukan? Setelah pembukaan doa itu pemazmur berlanjut dengan mengatakan kepada Allah bagaimana sombong dan kejam orang-orang itu, namun mereka makmur dan dipuji-puji banyak orang. Kemudian pemazmur mengatakan:

Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih,
       dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah.
Namun sepanjang hari aku kena tulah,
      dan kena hukuman sepanjang pagi.
                                                                Ayat 13-14
                                                                                                                                      
Pernahkan engkau merasakan hal demikian – bahwa engkau telah melakukan semua hal yang benar tetapi tidak memperoleh apa-apa sebagai ganjarannya? Pemazmur bersedia menceritakan kepada Allah perasaannya yang sebenarnya , karena itu ia mengatakan, “Aku melakukan semuanya dengan benar dan tidak memperoleh apa-apa selain rasa sakit.” Sekarang lihat apa yang terjadi, apa buah dari kejujuran ini:

Ketika aku hatiku merasa pahit
      dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya,
aku dungu dan tidak mengerti,
      seperti hewan aku di dekat-Mu.
Tetapi aku tetap di dekat-Mu.
      Engkau memegang tanganku.
Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku,
      dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemulian.
Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau?
      Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.
Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap,
      Gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.
                                                                                    Ay 21-26

Dia tampaknya telah mampu berdamai dengan siatuasi yang dihadapi karena ia bersedia jujur kepada Tuhan. Dia menyadari bahwa Allah bersama dengannya, dan itu cukup baginya. Sepertinya iri hatinya lenyap dalam aliran doa yang jujur ini.

Pergilah dan Lakukan Demikian

Iri hati hanyalah salah satu dari contoh dari banyak kepicikan lain yang ada dalam batin kita. Kita juga suka merendahkan orang lain, mengumpat, memikirkan diri sendiri semata dan merasa diri paling sengasara. Kita menjadi marah karena pasangan yang sakit atau teman kita sakit – marah karena pasangan sakit dalam kondisi sekarat dan dengan penuh kesakitan ingin mati saja atau ketika seorang teman dengan sakit Alzheimer terus mengajukan pertanyaan yang sama. Ketika kita menjadi sadar akan kepicikan kita itu, kita membeci diri kita. Tetapi seberapa sering kebencian macam itu membuat hati berubah? Jarang, sejauh pengalaman saya. Sering kali, ketika saya mengeluh karena kegagalan saya untuk menjadi orang yang baik, saya justru akan menyalahkan diri sendiri, dan tidak terjadi perubahan hati. Keadaan batin saya tetap tertutup. Menyalahkan diri membuat saya berpusat pada diri sendiri. Bahkan kalau pun sekarang saya menyerang diri saya sendiri, fokus tetap ada pada diri saya. Jika ini terjadi, roh jahat bersorak-sorai. Tidak ada perubahan dan fokus tetap pada diri saya, bukan pada Tuhan. Apakah hal semacam ini benar juga untuk dirimu? Kita dapat belajar banyak dengan meneladan pemazmur.

Dia mengungkapkan kebenaran kepada Tuhan: dia iri kepada orang fasik karena mereka tampak sejahtera sementara dia tidak. Ketika dia menuangkan kepicikannya dalam doa, hal positif terjadi; fokus beralih dari diri sediri kepada Tuhan. Hasilnya, dia merasakan kedamaian dan kita mengandaikan terjadi perubahan dalam batinnya. Saya telah mendapati bahwa mengungkapkan kepada Allah tentang perasaan seperti itu dan memohon pertolongan agar kita dapat meninggalkan perasaan itu, mengubah fokus dari diri saya sendiri kepada Allah dan, dalam prosesnya, membawa transformasi batin. Dengan rahmat Tuhan saya menjadi tidak begitu iri hati, tidak begitu picik, tidak begitu menyalahkan diri.

Lagi dan lagi kita menemukan bahwa mengungkapkan kebenaran kepada Allah, betapa pun kebenaran itu tidak mengenakkan dan memelukan, menarik kita dari keterserapan-diri (self-absorption) dan kepicikan serta mengantar kita bergerak untuk menjadi citra Allah sebagaimana dicita-citakan Allah saat menciptakan kita.