Sesi Ke-6
Rekan-rekan berikut ini
saya kirimkan bahan doa pertemuan keenam. Topik doa kita: “Mengungkapkan
Ketidaksetujuan dengan Allah.”
Sebagai persiapan doa, silahkan mengingat
peristiwa atau pengalaman di mana Anda merasakan beban yang berat, beban yang
semestinya tidak Anda tanggung, pengalaman di mana Anda tidak setuju dengan
Allah atau ingin protes kepada-Nya, pengalaman di mana Anda menilai Allah tidak
adil atau tidak peduli.
Anda yang ingin berlatih
kembali doa kontemplasi dapat menggunakan Kejadian 18: 16-13. Perikop ini
menceritakan kisah kocak bagaimana Abraham tawar-menawar dengan Allah tentang
apa yang Allah mesti perbuat terhadap kota Sodom dan Gomora.
Anda yang ingin berdoa
dengan Mazmur dapat menggunakan Mzm 44: “Jeritan bangsa yang tertindas.”
Pertemuan keenam merupakan
pertemuan terakhir kita. Namun saya masih akan terus mengirimkan bahan
permenungan sampai seluruh tulisan Barry kita renungkan. Saya mengusulkan
rekan-rekan tetap menggunakan hari Jumat pk 19.00 – 21.00 untuk berlatih doa
secara pribadi maupun berkelompok. Apa akhir seluruh proses kita, kita akan
membuat refleksi.
Salam
Marwan
Praying The
Truth. Deepening Your Friendship with God through Honest Prayer (Chicago:
Loyola Press, 2012)
by: William A. Barry, SJ,
Mengungkapan Ketidaksetujuan dengan
Allah
Kadang-kadang
ketika sedang berdoa atau membaca Mazmur, saya bereaksi secara negatif.
Saya akan berikan contoh. Pada Ibadat
Malam hari Minggu, Mazmur 91 didoakan.
Orang yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi
dan bermalam dalam naungan Yang Mahakuasa
akan berkata kepada TUHAN: “Tempat
perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.”
Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung,
dari penyakit sampar yang busuk.
Dengan kepakNya Ia akan menudungi engkau,
di bawah sayapNya engkau akan
berlindung.
KesetiaanNya ialah
perisai dan pagar tembok.
Engkau tak usah takut terhadap kedasyatan malam,
terhadap panah yang terbang di waktu siang,
terhadap penyakit sampar yang berjalan di jalan gelap,
terhadap penyakit menular yang mengamuk di waktu petang.
Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah
kananmu,
tetapi itu tidak akan menimpamu.
Engkau hanya menontonnya dengan matamu sendiri
dan melihat pembalasan terhadap orang-oran fasik.
Bagi saya kata-kata di atas tidaklah benar. Yesus adalah contoh tepat seorang adil
yang tidak dilindungi dari panah-panah kemalangan. Banyak
orang baik yang diperlakukan dengan
kejam tanpa diselamatkan oleh Allah dari kekejaman itu. Maka
saya aku berkata kepada Allah bahwa saya tidak
percaya pada Mazmur ini. “Aku percaya kepada-Mu bahwa
Engkau akan menyelamatkan kami semua seperti
Engkau melakukan pada Yesus. Namun
aku tidak percaya bahwa Engkau akan menghindarkan kami dari
semua bahaya, paling terhadap bahaya sebagaiaman kami pahami. Anak-anak
yang tidak berdosa dan orang-orang dewasa sangat menderita dan Engkau
tidak campur tangan. Bukan hanya itu, tetapi aku tidak
percaya bahwa Engkau akan membalikkan anak panah dariku atau
orang lain, atau membiarkannya membidik orang lain karena Engkau
lebih mencintaiku atau orang lain itu. Aku tidak percaya Engkau
bertindak seperti itu. Apakah
aku benar?” Sejauh ini
saya belum mendengar bahwa saya salah.
Pendoa yang
Salah Kaprah
Doa yang bagi orang lain sangat berguna
bagi saya bisa jadi salah kaprah. Contohnya, beberapa tahun lalu
seorang teman memberikan sebuah Doa dari seorang Yesuit Perancis. Judulnya “Doa untuk Persahabatan.” Dalam
Doa itu saya diharapkan untuk meminta kepada
Allah supaya menganugerahkan supaya saya dapat jujur pada temanku, tetapi
tanpa berharap kasih sayang atau keramahan dari mereka. Maka
jalannya doa tampaknya seperti ini: Saya akan berdoa agar
saya dapat menjadi teman yang baik bagi orang lain, tetapi
saya aku lebih suka jika mereka tidak memperlakukan
saya sebagai teman. Dan memang doa itu meminta agar mereka
memperlakukan saya dengan buruk. Saya menilai doa
itu didasarkan atas pengertian atas permohonan Ignatius akan
“kerendahan hati tingkat ketiga,” yaitu anugerah
diperlakukan seperti Yesus diperlakukan namun tanpa membuat orang
jatuh dalam dosa. Meskipun pada awalnya dipengaruhi
oleh doa tersebut, segera saya menyadari bahwa saya tidak
bisa, dengan hati nurani jernih, mendoakan Doa
itu. Bagi saya ini merupakan suatu
pengertian yang salah kaprah tentang maksud Ignatius. Saya
katakan kepada Yesus bahwa saya akan meminta teman-teman
saya untuk tetap sebagai anak spiritual dan
manusiawi supaya saya dapat menjadi seperti Dia. Aku pikir
Dia tidak berdoa seperti ini pada Bapa-Nya. Yesus sepertinya tidak
mengatakan bahwa aku salah.
Satu contoh terakhir dan di sini saya menapaki
tempat yang halus. Saya tak mau kedengaran seperti tidak
menghormati Bunda Maria. Namun ini berkaitan dengan Doa Salve Regina, “Salam ya Ratu”, suatu doa
indah yang menjadi penutup Ibadat
Malam di Gereja. Bahasa Latin dari doa
ini dijadikan nyanyian yang saya senang menyanyikannya
bersama-sama dengan yang lain. Tetapi pada suatu ketika
saya mulai berpikir serius mengenai apa yang sedang
saya ucapkan,“ Salam ya Ratu, Bunda yang berbelas kasih. Hidup
hiburan dan harapan kami.” Saya berkata pada Bunda Maria,“Yesuslah
hidupku dan harapanku, Engkau adalah Bunda-Nya
dan karena itulah, Aku sungguh sangat berterimakasih
kepadamu. Aku mencintaimu, tetapi engkau
bukanlah hidup dan harapanku. Semoga aku tidak menghina engkau.” Dan
saya tidak merasa bahwa dia terhina.
Saya menunjukkan
tiga contoh ini supaya engkau memperoleh kesempatan untuk
berpikir bahwa engkau bereaksi kalau engkau
tidak setuju dengan doa dalam liturgi dan dalam buku doa. Saya
mulai yakin bahwa ketidaksetujuan atau
ketidaknyamanan adalah sisi lain dari diri kita sendiri yang dapat kita
ungkapkan kepada Allah, dengan harapan penuh
bahwa Allah akan menerima bagian dari diri kita yang kita ungkapkan
dengan hormat dan cinta dari seorang teman dan Allah dapat menunjukkan kita
kalau kita salah kalau kita keliru.
Merasa
diperlakukan dengan buruk oleh Allah
Pemazmur dapat tidak setuju dengan Allah.
Mazmur yang telah kita baca sebelumnya adalah contoh
yang tepat. Mazmur ini adalah doa
kepada Allah dari orang-orang yang
sedang dalam kesesakan besar. Jelas Pemazmur percaya bahwa penderitaan
itu tidak adil dan berkata kepada Allah begitu dan meminta supaya Allah
bertindak dan menyelamatkan mereka. Setelah mengatakan kepada
Allah dengan teliti apa yang orang-orang dengar tentang pertolongan
Allah bagi Bangsa Israel pada masa lalu, dia
mulai menyalahkan Allah karena gagal melindungi bangsa itu pada
masa sekarang, dan kemudian mengatakan kepada Allah bahwa apa yang telah
terjadi pada mereka itu tidak seharusnya.
Semuanya ini telah menimpa kami,
tetapi kami tidak melupakan Engkau,
dan tidak mengkhianati perjanjianMu.
Hati kami tidak membangkang ,
dan langkah kami tidak menyimpang dari
jalan-Mu.
Namun
demikian, Engkau telah meremukkan kami di dalam
mulut serigala,
dan meyelimuti kami dengan kekelaman.
Mzm 44
:18-20
Mungkin teologi dari masa itu menganggap
penderitaan dan kekalahan adalah tanda bahwa bangsa tersebut telah melangar
perjanjian mereka dengan Allah. Pemazmuran tidak mau menerima ini. Dia
mengatakan bahwa mereka menderita justru karena mereka setia. Maka dia
menuduh Allah tidak setia pada perjanjan-Nya.
Engkau kadang-kadang dapat merasa Allah tidak adil kepadamu. Pernahkah
engkau sampaikan kepada Allah, apa yang engkau
rasakan? Maukah engkau mencobanya dan
melihat bagaimana Allah menjawabnya?
Mengatakan kepada Allah bagaimana seharusnya
menjadi Allah
Abraham dikenal oleh Bangsa Yahudi dan Muslim
sebagai sahabat Allah. Tak heran bahwa salah satu
cerita yang menggabarkan peristiwa berikut ini. Allah
meninggalkan tempat pertemuan dekat pohon Oak di Mamre untuk melihat apakah Sodom
dan Gomorah sejahat seperti yang dilaporkan. “Allah berkata, ‘Apakah
Aku akan bersembunyi dari Abraham. Apakah yang harus Kulakukan?.... Tidak,
karena Aku telah memilih dia.”
(Kej. 18:17-18) Jadi Allah mengatakan kepada Abraham tentang
rencana penghancuran kota-kota itu. Abraham mendekati Allah
dan berkata:
“Apakah
Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang
fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah
engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakah engkau mengampuninya karena ke
lima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? Jauhlah kiranya dari padamu
untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik,
sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang
demikian dari padaMu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?” (ayat
23-25)
Abraham mengajari Allah bagaimana seharusnya
menjadi Allah. Itulah kedekatan yang terjadi dalam persahabatannya dengan
Allah. Bagaimana Allah menanggapi? Bacalah cerita
selanjutnya dalam Kitab Kejadian dan nikmatilah tawar-menawar yang penuh humor antara Abraham
dengan Allah tentang berapa orang benar yang harus ada untuk menyelamatkan
kota-kota itu. Jelas penulis kisah ini berpikir bahwa Allah menikmati keberanian
Abraham dalam menantang Allah.
Yang
dipertaruhkan di sini hanyalah kemauan kita untuk
menceritakan kepada Allah kebenaran seperti yang kita lihat, dengan harapan
kita diberi tahu salah jika memang kita salah.
Keraguan tentang Iman
Kalau engkau seperti saya, engkau
pasti mempunyai keraguan tentang iman. Di sini
juga, kejujuran adalah pilihan terbaik bagi persahabatan kita
dengan Allah. Kadang saya merasa Allah mungkin menjadi ciptaan dari
kebutuhan saya sendiri. Kita, orang-orang
beriman adalah bagian dari jaman sekular ini,
yang mana entah itu baik atau buruk, iman tidak lagi diterima
begitu saja. Kita mengenal orang-orang
baik dan pandai yang tidak percaya pada Allah. Tidak heran bahwa kadang-kadang
atau barangkali sering, kita menjadi ragu-ragu.
Seorang Jesuit muda mengikuti Latihan Rohani St Ignatius secara
penuh selama tiga puluh hari. Pada suatu saat dia mulai ragu apakah
semua yang Allah katakan itu hanyalah hasil dari
imaginasinya belaka. Saya bertanya kepadanya,
apakah ia benar-benar mau menjawab pertanyaan itu. Kami
menduga bahwa musuh dari alamiah manusialah yang ada di belakang
pertanyaan ini. Maksudnya bukanlah untuk sampai pada jawabannya, tetapi supaya dia
diganggu oleh pertanyaan itu. Saya berkata, “Kalau ini hanya hasil
dari imaginasimu, yang engkau
perlukan hanyalah berkemas dan pulang. Kalau bukan,
hal yang paling benar yang perlu engkau lakukan adalah terus berdoa”.
Musuh dari kodrat manusia kita tak
dapat lebih senang kalau kita terus memikirkannya dan tak pernah sampai pada
putusan apa pun juga. Perhatikan juga bahwa pertanyaan
seperti itu menghalangi kita untuk berbicara dengan Allah.
Kalau saya ragu tentang keberadaan Allah
atau tentang ajaran agama lainnya, saya berusaha jujur dengan Allah
tentang hal itu. Saya mengatakan apa yang saya pikirkan.
Yang terjadi kemudian adalah bahwa saya menyadari
dengan lebih mendalam bahwa iman adalah hanya
iman, bukan bukti. Beriman
berarti menaruh kepercayaan pada apa yang tak terlihat. Saya selalu
mengakhiri doa semacam itu dengan kepercayaan yang lebih mendalam kepada misteri
yang kita sebut Allah dan menyadari bahwa sang misteri itu senang dengan
kejujuranku.
Ketidaksetujuan
dengan Yang berwenang Mengajar
Kita boleh tidak setuju dengan mereka
yang mempunyai wewenang mengajar dalam gereja atau paling tidak
mempertanyakan tentang penjabarannya. Kalau kita sendiri merasa marah atau
tidak setuju dengan pengajaran tertentu, kita punya sesuatu untuk kita
bicarakan dengan teman. Saya menganggap pembicaraan seperti
itu memberi saya sudut padang lebih banyak terhadap masalah
yang sedang saya hadapi dan juga membantu saya untuk
memilah yang penting dengan yang tidak penting dalam pengajaran tersebut. Doa
demikian juga membantu melibatkan saya dalam pembicaraan tentang
pertanyaan yang dipermasalahkan dengan lebih penuh kasih bagi mereka yang tidak
setuju dengan saya.
Apapun yang mengganggu kita dapat menjadi
kesempatan untuk berdoa. Allah selalu tertarik dalam semua hal yang menyusahkan
kita, dan saya percaya Allah senang dengan
kemauan kita untuk terlibat dalam pembicaraan yang jujur tentang masalah
yang kontroversial dan menyentuh kita.
Pertumbuhan dalam persahabatan dengan Allah datang dari
kejujuran dan mengungkapkan kebenaran dari pihak kita. Surat
Pertama Yohanes menulis:
Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap
berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di
dalam dia.Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di
dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari
penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini.
Di dalam kasih tidak ada ketakutan: Kasih
yang sempurna melenyapkan ketakutan; debab ketakutan mengandung hukuman
dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih. Kita
mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. 1 Yoh 4:16-19
Aku percaya Allah kerja lembur untuk meyakinkan
kita tentang kebenaran ini supaya kita menjadi sahabat Allah seperti Abraham
dan lainnya. Janganlah kita takut untuk tidak setuju dengan Allah,
atau paling tidak tentang apa yang kita pikir merupakan
“kesalahan” Allah.