Novena Kanak-Kanak Yesus

Keajaiban Doa Novena Kanak Kanak Yesus dan Doa Mujizat

Keajaiban Doa Novena Kanak Kanak Yesus dan Doa Mujizat Mari kita bersama mendoakan Novena Kanak Kanak Yesus dalam menyambut kelahir...

Jumat, 28 November 2014

Session 5: Praying The Truth. Deepening Your Friendship with God through Honest Prayer


(Chicago: Loyola Press, 2012)

 by:William A. Barry, SJ,
7
Bercerita kepada Tuhan tentang Kepicikanmu

Jika engkau tidak pernah merasa iri terhadap orang lain, engkau beruntung. Kebanyakan orang tidak mengalami demikian. Banyak industri iklan sepertinya berpegang pada keyakinan bahwa rasa iri ada di mana-mana. Kepada kita ditampilkan orang  yang berpenampilan lebih menarik, lebih makmur, dan lebih bahagia dari kita untuk membujuk kita agar membeli produk yang membuat mereka lebih unggul. Iri hati mengerakkan ekonomi kita. Dan salah satu teori yang berpengaruh tentang kekerasan berpendapat bahwa kita belajar untuk menginginkan sesuatu dengan meniru orang lain; karena mereka menginginkan sesuatu, kita pun menginginkannya dan akan menggunakan segala daya untuk mendapatkannya, termasuk kekerasan. Iri hati mungkin menjadi sesuatu yang berpengaruh pada dirimu. Maukah engkau mengakuinya di hadapan Tuhan?

Tidak mudah. Tak seorang pun dari kita suka mengakui bahwa kita iri terhadap orang lain karena hal itu membuat kita merasa picik dan egois. “Aku harus bahagia, bukannya iri hati, ketika orang lain, khususnya teman-temanku bahagia” Teman-teman dekatku akan pikir apa tentang akau jika aku mengatakan kepadanya bahwa aku iri kepadanya? Kita tidak ingin tampak picik dan egois di mata orang lain. Namun, jika kita jujur, kita pasti mengakui bahwa kita sering picik dan iri kepada orang lain. Dapatkah kita mengatakannya kepada Tuhan?

Mazmur 73
Pemazmur telah melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.

Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya,
      bagi mereka yang bersih hatinya.
Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset,
      nyaris tergelincir.
Sebab aku cemburu pada pembual-pembual,
      kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik.
Sebab kesakitan tidak ada pada mereka,
      sehat dan gemuk tubuh mereka;
mereka tidak mengalami kesusahan manusia
      dan tidak kena tulah seperti orang lain.
                                                        Ayat 1-5

Engkau dapat membayangkan bahwa dia sedang melihat tayangan televisi tentang tentang orang sukses yang dipuji-puji. Apakah engkau mendapati dirimu pada baris-baris tersebut mengenali dirimu saat engkau membacanya? Jika engkau merasa demikian, apakah engkau mulai berdoa seperti yang pemazmur lakukan? Setelah pembukaan doa itu pemazmur berlanjut dengan mengatakan kepada Allah bagaimana sombong dan kejam orang-orang itu, namun mereka makmur dan dipuji-puji banyak orang. Kemudian pemazmur mengatakan:

Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih,
       dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah.
Namun sepanjang hari aku kena tulah,
      dan kena hukuman sepanjang pagi.
                                                                Ayat 13-14
                                                                                                                                      
Pernahkan engkau merasakan hal demikian – bahwa engkau telah melakukan semua hal yang benar tetapi tidak memperoleh apa-apa sebagai ganjarannya? Pemazmur bersedia menceritakan kepada Allah perasaannya yang sebenarnya , karena itu ia mengatakan, “Aku melakukan semuanya dengan benar dan tidak memperoleh apa-apa selain rasa sakit.” Sekarang lihat apa yang terjadi, apa buah dari kejujuran ini:

Ketika aku hatiku merasa pahit
      dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya,
aku dungu dan tidak mengerti,
      seperti hewan aku di dekat-Mu.
Tetapi aku tetap di dekat-Mu.
      Engkau memegang tanganku.
Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku,
      dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemulian.
Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau?
      Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.
Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap,
      Gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.
                                                                                    Ay 21-26

Dia tampaknya telah mampu berdamai dengan siatuasi yang dihadapi karena ia bersedia jujur kepada Tuhan. Dia menyadari bahwa Allah bersama dengannya, dan itu cukup baginya. Sepertinya iri hatinya lenyap dalam aliran doa yang jujur ini.

Pergilah dan Lakukan Demikian

Iri hati hanyalah salah satu dari contoh dari banyak kepicikan lain yang ada dalam batin kita. Kita juga suka merendahkan orang lain, mengumpat, memikirkan diri sendiri semata dan merasa diri paling sengasara. Kita menjadi marah karena pasangan yang sakit atau teman kita sakit – marah karena pasangan sakit dalam kondisi sekarat dan dengan penuh kesakitan ingin mati saja atau ketika seorang teman dengan sakit Alzheimer terus mengajukan pertanyaan yang sama. Ketika kita menjadi sadar akan kepicikan kita itu, kita membeci diri kita. Tetapi seberapa sering kebencian macam itu membuat hati berubah? Jarang, sejauh pengalaman saya. Sering kali, ketika saya mengeluh karena kegagalan saya untuk menjadi orang yang baik, saya justru akan menyalahkan diri sendiri, dan tidak terjadi perubahan hati. Keadaan batin saya tetap tertutup. Menyalahkan diri membuat saya berpusat pada diri sendiri. Bahkan kalau pun sekarang saya menyerang diri saya sendiri, fokus tetap ada pada diri saya. Jika ini terjadi, roh jahat bersorak-sorai. Tidak ada perubahan dan fokus tetap pada diri saya, bukan pada Tuhan. Apakah hal semacam ini benar juga untuk dirimu? Kita dapat belajar banyak dengan meneladan pemazmur.

Dia mengungkapkan kebenaran kepada Tuhan: dia iri kepada orang fasik karena mereka tampak sejahtera sementara dia tidak. Ketika dia menuangkan kepicikannya dalam doa, hal positif terjadi; fokus beralih dari diri sediri kepada Tuhan. Hasilnya, dia merasakan kedamaian dan kita mengandaikan terjadi perubahan dalam batinnya. Saya telah mendapati bahwa mengungkapkan kepada Allah tentang perasaan seperti itu dan memohon pertolongan agar kita dapat meninggalkan perasaan itu, mengubah fokus dari diri saya sendiri kepada Allah dan, dalam prosesnya, membawa transformasi batin. Dengan rahmat Tuhan saya menjadi tidak begitu iri hati, tidak begitu picik, tidak begitu menyalahkan diri.

Lagi dan lagi kita menemukan bahwa mengungkapkan kebenaran kepada Allah, betapa pun kebenaran itu tidak mengenakkan dan memelukan, menarik kita dari keterserapan-diri (self-absorption) dan kepicikan serta mengantar kita bergerak untuk menjadi citra Allah sebagaimana dicita-citakan Allah saat menciptakan kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar